Minggu, 27 Juli 2008

Ijtihad

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Baik dulu maupun sekarang, sumber hukum Islam tidak semuanya sudah jelas. Sumber hukum Islam terdiri dari 2, yaitu sumber hukum pokok yakni Al-Quran dan As-Sunnah dan sumber hukum pelengkap yakni hasil ijtihad seperti Qiyas, ijma, Istinsan, masalah-masalah, urf. Mengenai sumber pelengkap, masih terdapat para ulama yang berbeda pendapat dalam hal kebolehan menggunakannya sebagai sumber hukum Islam.
Sesuai dengan perkembangan sumber daya teknologi dan ekonomi di masyarakat, maka hukum juga senantiasa berkembangan dengan sendirinya, tapi perkembangan hukum tersebut harus berpedoman pada sumber yang sudah ada (al-Qur’an dan As-Sunnah).
Dalam menentukan hukum terhdap persoalan baru yang muncul, diperlukan hukum yang pasti, maka salam urusan muamalah, kodi (ahli hukum) diberi kesempatan untuk melakukan ijtihad (mencurahkan segala kemapuan daya pikir untuk menentukan hukum persoalan tersebut?.
Suatu cara dalam menggali hukum dalam urusan muamalah (duniawiyah) dengan adanya ijtihad yaitu mengistimbati dari sumber hukum (Al-Quran dan As-Sunnah). Apabila dalam Al-Quran tidak terdapat, maka dari Al-Hadits, apabila dari Al-Hadits juga tidak terdapat, maka ijtihadlah dengan akal piiran, tapi tidak semua orang boleh berijtihad, melainkan kodi (ahli hukum) lah yang boleh berijtihad.
Hal-hal yang bersangkut paut dengan ijtihad di anataranya : masalah- masalah suatu masalah yang bermanfaat untuk kepentingan umum sehingga masalah tersebut menjadi dasar hukum dalam Islam. Masalah sosial budaya di antaranya seperti berbusana secara hukum menutup aurat. Seni dalam islam tidak terlarang karena semua orang membutuhkan, sebaiknya seni tersebut tidak keluar dari aturan hukum yang telah ditentukan. Pergaulan antara laki-laki dan perempuan adalah suatu korespondensi yang harus diperhatikan batasan-batasannya secara hukum.

B. RUMUSAN MASALAH
Secara umum permasalahan yang dibahas dalam makalah ini berkaitan dengan Ushul Fiqih, yaitu Ijtihad. Yang merupakan salah satu upaya untuk memperoleh petunjuk dari Allah agar masyarakat yang menyimpang dari ajaran yang benar dapat diluruskan menjadi berpedoman kepada ajaran yang diridhai oleh Allah yaitu berdasarkan l-Quran dan Sunah Rasul.
Adapun permsalahan ini dapat kita jabarkan dalam bentuk pertanyaan.
1. Apa yang dimaksdu dengan ijtihad?
2. Bagaimana kedudukan Ijtihad
3. Syarat apa saja yang harus dimiliki seorang Mujtahid?
4. Apa saja tingkatan yang ada dalam Ijtihad?

C. TUJUAN
Sama dengan adanya rumuan masalah ijtihad ini adalah untuk dapat mengetahui :
1. Pengertian jtihad.
2. Untuk memahami kedudukan ijtihad.
3. Syarat-syarat mujtahid.
4. Tingkatan mujtahid.

D. MANFAAT
Sebagaimana kita ketahui bahwa manfaat dari membuat suatu makalah ini yaitu untuk menambah suatu wawasan ilmu pengetahuan dari sumber ijtihad tersebut

E. SISTEMATIKA PENULISAN
Makalah ijtihad ini disusun dengan menggunakan sistematika sebagai berikut :
BAB I : Pendahuluan, menguraikan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan, manfaat dan sistematika penulisan.
BAB II : Isi makalah, memabahs tentang pengertian ijtihad, kedudukan ijtihad, syarat-syarat mujtahid dan tingkatan mujtahid.
BAB III : Penutup di dalamnya menguraikan kesimpulan dan sran-saran.
BAB II
I J T I H A D

A. PENGERTIAN IJTIHAD
Dalam buku Ushul Fiqih karangan Hanafi (1989 : 151), Ijtihad menurut bahsa adalah mengerjakan sesuatu dengan segala kesungguhan, sedangkan menurut istilah adalah menggunakan seluruh kesanggupan untuk menetapkan hukum-hukum Syari’at.
Dalam buku yang berjudul Dasar-dasae Pembinaan Hukum karangan Muhtar Yahya (1993 : 373), Ijtihad adalah mencurahkan segala kemampuan berfikir untuk mengeluarkan hukum Syar’I dari dalil-dalil syar’I yaitu Al-Quran dan As-Sunnah.
Dalam buku Ushul Fiqih karangan Dede Rosyada (1997 : 136), Ijtihad adalah usaha maksimal ulama fiqih dalam melakukan kajian untuk memperoleh ketentuan-ketentuan hukum yang bersifat zani. Ijtihad dalam pembahasan ilmu Ushul Fiqih bermakna usaha-usaha maksimal yang dilakukan para ulama prasti untuk merumuskan pemikiran-pemikiran fiqih baik berupa hasil pemahaman terhadap teks lafal Al-Quran dan Sunnah maupun hasil analisis terhadap persoalan-persoalan aktual yang mereka hadapi.
Dalam buku perbandingan Mazhab karangan M. Husaen (2003 : 33), Ijtihad adalah mencurahkan segala tenaga (pikiran) untuk menemukan hukum agama (syara’) melalui salah satu dalil syara’ dan dengan cara tertentu.
Dalam buku yang berjudul Ilmu Ushul Fiqih karangan Syafi’i Rahman (1999 : 97-99), Ijtihad menurut bahasa (efimologi) diambil dari kata al-jahid atau al-juhud yang berarti al-masyaqat (kesulitan dan kesusahan) dan ath-thaqat (kesanggupan dan kemampuan). Sedangkan secara umum, ijtihad adalah pengesahan segala kesanggupan seorang fiqih (pakar fiqih Islam) untuk memperoleh pengetahuan tentang hukum sesuatu melalui dalil dyara’ (agama).
Dalam istilah ini banyak dikenal dan digunakan bahkan banyak para fuqaha yang menagaskan bahwa ijtihad itu bisa dilakukan di bidang fiqih.
Dalam buku yang berjudul pengantar Hukum Islam, Hasby Ashidiqy (1953 : 63) menyatakan bahwa sebagian para ulama Ushul berpendapat, Ijtihad dalam arti luas adalah mempergunakan segala kesanggupan untuk mengeluarkan hukum syara’ dari kitabullah dan Hadits Rasul. Sedangkan ahli tahqieq mengatakan bahwa ijtihad itu ialah Qiqyas dan mengeluarkan (mengistinbatkan) hukum dari qaedah-qaedah syara’ yang umum.
Menurut kelompok kami Ijtihad adalah mengerjakan sesuatu dengan segala kesanggupan dan akal pikiran yang digunakan oleh para ahli fiqih (fuqaha) Islam untuk menentukan suatu hukum yang belum ada ketetapannya dalam Al-Quran dan Hadits dengan syarat-syarat tertentu. Ijtihad dapat dilakukan dengan ijma, qiyas, istihsan dan lain-lain.

B. KEDUDUKAN HASIL IJTIHAD
Dalam buku fiqih (2003 : 28-29), hukum yang dihasilkan melalui ijtihad mempunyai akibat atau pengaruh terhadap kaum mjuslimin yang bertanya maupun terhadap orang yang berijtihad.
1. Pendapat atau hukum sebagai hasil ijtihad seseorang tidak mengikat kaum Muslimin dan tidak mengharuskan orang lain untuk mengamalkannya bagi orang yang berijtihad hukum yang dihasilkan mengikat dirinya. Dia harus beramal dan tindak sesuai denganhukum itu selama ia meyakini kebenaran hasil ijtihad itu. Demikian pula bagi orang yang meminta fatwa atau bertanya hasil ijtihad adalah mengikat dan ia harus beramal dan bertindak sesuai ijtihad yang diminta.
2. Berijtihad dalam satu masalah oleh seseorang tidak menghalangi orang lain berijtihad dalam masalah yang sama walaupun hukumm yang dihasilkan berbeda. Sebab endapat yang diperolehnya semata-matra berdasarkan tahu pada dugaan yang kuat (dhonni) atau dari hukum yang telah diijmakan.
3. Hasil berijtihad adalah pendapat yang dihasilkan atas dugaan kuat (dhonni) oleh karena itu orang yang berijtihad maupun orang lain dapat mengadakan ijtihad kembali dan menetapkan pendapat baru. Pendapat baru itulah yang dipegang sedangkan pendapat pertama batal.
4. Seorang yang mengetahui adanya perbuahan hasil ijtihad harus menyesuaikan diri dengan hasil ijtihad yang baru tetpijika tidak mengetahuinya amalan dan tindakan yang didasarkan atas hasil ijtihad yang pertama terhadap Syah.
5. Seorang qadr atau hakim yang telah memutuskan hukum berdasarkan ijtihadnya sendiri tidak boleh membatalkan keputusan selama keputusan pertama tidak menyalahi nash atau dhairl Qothir. Larangan ini semata-mata guna kepentingan hukum sebab jika keputusan pertama dibatalkan karena adana hasil ijtihad baru baik artinya ataupun orang lain, maka akan mengakibatkan terjadinya kekacauan hukum.
6. dengan berijtihad mengakibatkan hukum bagi peristiwa yang berkembang dan terjadi sebagai akibat perkembangan dinamika zaman.

Sedangkan dalam buku perbandingan Mazhab karangan M. Husan (2003 : 28-29), kedudukan hasil ijtihad :
1. Benar atau salah dalam berijtihad
Masalah ini berkisar pada persoalah apakah pada tiap-tiap peristiwa hukum (masalah furo) terhadap hukum tertentu dari Allah yang hanya bisa dicapai oleh seseorang dan tidak dapat dicapai oleh orang lain.
2. Mengikat atau tidak pendapat hasil ijtihad
Pendapat yang dihasilkan ijtihad seorang dapat ditujukan kepada kaum mulimin pada umumnya atau kepada orang yang bertanya atau kepada diri orang yang berijtihad itu sendiri.
3. Pendapat ijtihad.
Hasil ijtihad dari seseorang hanya mengikat bagi diri mujtahid dan bersangkutan bagi orang yang ertanya kepada mujtahid tersebut.

Menurut kelompok kami kedudukan hasil ijtihad adalah :
1. Pendapat hasil ijtihad tidak mengikat kaum muslimin, tidak mengharuskan orang lain mengamalkannya tetapi bagi orang yang berijtihad harus mengamalkannya dan bertindak sesuai dengan hukum selama ia menjalani kebenarannya.
2. Orang yang mengetahui adanya perubahan hasil ijtihad harus menyesuaikan diri tapi jika tidak mengetahui amalan dan tindakan yang pertama tetap syah.
3. Seorang qadi atau hakim yang memutuskan hukum berdasarkan hasil ijtihad sendiri tidak boleh membatalkan keputusan selama tidak menyalahi nash atau dalil qadhi.

C. SYARAT-SYARAT MUJTAHID
Menurut Rachmat Syafe’i (1999 : 104-106) bahwa syarat-syarat mujtahid adalah sebagai berikut :
1. Menguasai dan mengetahui arti ayat-ayat hukum yang terdapat dalam Al-Quran baik menurut bahasa maupun syari’ah.
2. Menguasai dan mengetahui hadits-hadits tentang hukum baik menurut bahasa maupun syari’at.
3. Menguasai Naskh dan mansukh dari Al-Qur’an dan As-Sunnah supaya tidak salah dalam menetapkan hukum namun tidak diisyaratkan harus menghapalnya.
4. Mengetahui permasalahan yang sudah ditetapkan melalui ijma ulama, sehingga ijtihadnya tidak bertentangan dengan ijma.
5. Mengetahui Qyas dan berbagai persyaratnnya serta mengistimbatkannya karena Qyas merupakan kaidah dalam berijtihad.
6. Mengetahui bahasa Arab dan berbagai disiplin ilmu yang berkaitan dengan bahsa serta problemaikanya.
7. Mengetahui ilmu Ushul Fiqih yang merupakan pondasi dari ijtihad.
8. Mengathui maqashidu Asy-Syari’ah (tujuan syari’at secara umum karena bagaimanapun juga syari;at itu berkaitan dengan maqashidu Asy-Syari’ah atau rahasia disayari’atkannya suatu hukum.

Menurut Ash-Shiddieqy (1953 : 110-116) dalam bukunya Pengantar Hukum Islam, bahwa syarat-syarat mujtahid anatara lain :
1. Mengetahui segala ayat dan sunnah yang berhubungan dengan hukum.
2. Mengatahui masalah-masalah yang telah diijmakan oleh para ahlinya.
3. Menegtahui Nasikh-mansukh
4. Mengatahui dengan sempurna bahsa Arab dan ilmu-ilmunya.
5. Mengetahui ushul Fiqih
6. Mengetahui asrarusy Syari’ah (Rahasia-rahasia Tasyrie).
7. Mengetahui Quwa’idil Fiqhiyah (kaedah-kaedah) fiqih yang kulliyah yang diistimbatkan dari dalil-dalil kuliy dan maksud-maksud syara’.

Menurut M. Husen (2003 : 46 : 48) dalam bukunya Perbandingan Madzhab bahwa syarat-syarat Mujtahid anatara lain :
1. Mengatahui bahasa Arab dengan baik dalam segala seginya, sehinga memungkinkan I menguasai pengertian susunan kata-katanya (usluh) dan rasa bahasanya (dzauq).
2. Mengathui masalah-masalah yang hukumnya telah disepakati ulama (ijma ulama).
3. Mengatahui segi-segi pemakaian qiyas)
4. Mengatuhi Urf orang banyak dan jalan-jalan yang dipandang dapat mendatangkan kebaikan dan keburukan.
5. Mengetahui Ushul Fiqih.
6. Mengetahui Qawa’idil Fiqhiyah yaitu kaidah-kaidah fiqih yang kully yang diistimewakan dari dalil dan maksud-maksud syara’.
7. Mengetahui asrarusy Syari’ah (Rahasia-rahasia Tasyrie).

Menurut Mukhtar Yahya (1993 : 382) dalam bukunya Dasar-dsar Pembinaan hukum bahwa syarat-syarat mujtahid adalah sebagai berikut :
1. Menguasai ilmu bahsa Arab dengan segala cabangnya
2. Mengatahui Naskh-Naskh Al-Quran perihal hukum-hukum syari’at yang dikandungnya.
3. Mengetahui Naskh-naskh Al-Hadits.
4. Mengetahui maqashidus syarai’ah

Menurut Al-Hanafie (1989 : 151-152) dalam bukunya Ushul Fiqih bahwa syarat-syarat mujtahid antara lain :
1. Mengetahui Naskh Al-Qur’an dan Al-Hadits
2. Mengetahui soal-soal ijma’
3. Mengetahui bahsa Arab sehingga dapat mengerti idea-ideanya.
4. Mengetahui ilmu ushul fiqih dan harus kuat dalam ilmu ini karena ilmu ushul giqih menjadi dasar-dasar pokok ijtihad.
5. Mengatahui naskh dan mansukh, sehingga tidak mengeluarkan hukum berdasarkan dalil yang sudah dimansukh.

Menurut Dede Rosyada (1997 : 139-140), dalam bukunya Ushul Fiqih bahwa syarat-syarat mujtahid antaar lain :
1. Harus faham dengan baik makna ayat-ayat hukum yang tertuang dalam Al-Quran.
2. Harus memahami dengan baik makna hadits-hadits hukum baik makna kebahasaannya maupun makna syar’inya.
3. Harus menguasai bahasa Arab dengan baik.
4. Harus mengetahui nama-nama fiqh yang telah dikemukakan para ulama dalam bentuk kesepakatan bulat (ijma’).
5. Harus menguasai ilmu-ilmu ushul al-fiqh yakni menguasai dengan baikkaidah-kaidah ushul al-fiqh, dasar-dasar serta kegunaannya,maksud-maksud persyra’atan norma hukum bagi kehidupan manusia, logika dedukatif dan indokatif srta mengetahui perbeda-perbedaan aliran dalam perumusan kaidah-kaidah tersebut.

Dari beberapa buku yang membahas tentang ijtihad dapat ditarik kesimpulan bahwa syarat-syarat yang harus dimiliki seorang mujtahid (orang yang melakukan ijtihad) anatar lain :
1. Menguasai dan mengetahui arti ayat-ayat hukum yang terdapat dalam Al-Quran baik menurut bahasa maupun syari’ah.
2. Menguasai Naskh-naskh Al-Qur’an perihal hukum-hukum syari’at yang dikandungnya, ayat-ayat hukum dan cara mengistimewakan hukum dari padanya.
3. Menguasai dan mengetahui hadits-hadits tentang hukum baik menurut bahasa maupun syari’at.
4. Mengatahui naskh-naskh Al-Hadits yakni mengetahui hukum syariah yang didatangkan oleh hadits dan mampu mengeluarkan (istimewakan). Hukum perbuatan orang mukallah dari padanya.
5. Mengetahui permasalahan yang sudah ditetapkan melalui ijma ulama, sehingga ijtihadnya tidak bertentangan dengan ijma.
6. Mengetahui Qyas dan berbagai persyaratnnya serta mengistimbatkannya karena Qyas merupakan kaidah dalam berijtihad.
7. Mengetahui ilmu Ushul Fiqih yang merupakan pondasi dan ijtihad.
8. Mengetahui bahasa Arab dan berbagai disiplin ilmu yang berkaitan dengan bahsa serta problemaikanya.
9. Mengetahui moqashidu Asy-Syari’ah (tujuan syari’at) secara umum.
10. Mengetahui asrarusy Syari’ah (Rahasia-rahasia Tasyrie).
11. Mengetahui Quwa’idil Fiqhiyah (kaedah-kaedah) fiqih yang kulliyah yang diistimbatkan dari dalil-dalil kuliy dan maksud-maksud syara’.

D. TINGKATAN MUJTAHID
Menurut Rachamat Syafe’I (1999 : 108-109) dalam bukunya Ushul Fiqih bahwa tingkatan mujtahid terbagi dalam 5 tingkatan, yaitu :
1. Mujtahid mustakil adalah seorang mutahid yang bebas memiliki, menggunakan kaidah-kaidah yang ia buat sendiri, dia menyusun fiqih-nya sndiri yang berbeda dengan madzhab yang ada.
2. Mujtahid mutlaq ghairul mustakil adalah orang yang memiliki kriteria seperti mujtahid mustakin, namun dia tidak menciptakan kaidah-kaidahnya tetapi mengikuti metode salam imam madzhab.
3. Mujtahid muqyyad adalah mujtahid yang terikat oleh madzhab-madzhab imamnya.
4. Mujtahid tarjih adalah yang belum sampai derajatnya pada mujtahid tkhriz.
5. Mujtahid fatwa adalah orang yang memiliki kemampuan dalam memahami fatwa-fatwa imam madzhabnya dengan baik, beserta dasar-dasar argumentasinya sehingga dapat menjelaskan kepada orang lain secara terang dan rinci.

Menurut Ash-Shiddiey (1953 : 118) dalam bukunya Pengantar Hukum Islam bahwa tingkatan mujtahid terbagi 4 yaitu :
1. Mujtahid Fisy-syar’I adalah orang yang membangun suatu madzhab yang tertentu.
2. Mujtahid Fill madzhab adalah orang yang tidak membentuk suatu madzhab sendiri tetapi mengikuti salah satu dari seorang madzhab.
3. Mujtahid fill masail/mujtahid fil fulnya adalah berijtihad hanya beberapa masalah tidak dalam soal-soal pokok yang umum.
4. Mujtahid Muqayad adalah orang-orang yang mengikat diri dengan pendapat-pendapat salaf dan mengikuti ijtihad mereka.

Menurut M. Husen (2003 : 58-59) dalam bukunya Perbandingan Madzhab bahwa tingkatkan mujtahid terbagi 4 yaitu :
1. Mujtahid yang mengetahui kitabullah, sunnah rasul-Nya dan pendapat-pendapat sahabat.
2. Mujtahid yang terikat dalam suatu madzhab imam yang diikutinya.
3. Mujtahid yang dalam imam yang ikuti, berusaha menguatkan madzhab dengan dalil pengetahuan dengan baik fatwa-fatwa imamnya.

Menurtu Mukhtar Yahya (1993 : 383-384) dalam buku Dasar-Dasar Pembinaan Hukum bahwa tingkatan mujtahid terbagi 4 yaitu :
1. Mujtahid Fisy-syar’I adalah orang yang berkemampuan mengijtihadkan seluruh masyalah syari’at yang hasilnya diikuti dan dijadikan pedoman oleh orang-oerang yang tidak sanggup berijtihad.
2. Mujtahid Fill madzhab adalah mujtahid yang hasil ijtihadnya tidak sampai membentuk madzhab tersendiri, akan tetapi mereka cukup mengikuti salah seorang imam madzhab yang telah ada dengan bebrapa pervedaan baik dalam bebrapa masalah yang utama maupun dalam bebrapa masalah cabang.
3. Mujtahid fill masail adalah Mujtahid yang mengarahkan ijtihadnya kepada masalah tertentu dari suatu madzhab bukan kepada dasar-dasar pokok yang bersifat umum.
4. Mujtahid muqayyad adalah mujtahid yang mengikatkan diri dari menganut pendapat-pendapat ulama salaf dengan mengetahui sumber dan dalalah-dalalahnya.

Menurut A. Hanafie (1989 : 153-154) dalam bukunya Ushul Fiqih bahwa tingkatan mujtahid terbagi 3 yaitu :
1. Mujtahid Mutlaq yaitu yang mempunyai sayarat-syarat ijtihad dan memberikan fatwa dalam segala hukum dengan tidak terikat oleh madzhab.
2. Mujtahid mantasib adalah orang yang mempunyai syarat-syarat ijtihad tetapi tergabungkan dirinya kepada suatu madzhab.
3. Mujtahid Muqayyad.
Menurut Dede Rosyada (1997 : 150-152) dalam buku Ushul Fiqih bahwa tingkatan mujtahid terbagi 2 yaitu :
1. Mujtahid Mutlak terbagi menjadi 2 yaitu mujtahid muthlak Mustaqil (mandiri) dan mujtahid muthlaq ghair mustaqil.
2. Mujtahid ghair mutlak terbagi 3 yaitu mujtahid takhrij, mujtahid tajih dan mujtahid fatwa.
Dari beberapa buku yang membahas tentang ijtihad dapat ditarik kesimpulan bahwa tingkatan mujtahid adalah sebagai berikut :
1. Mujtahid mustakil adalah seorang mutahid yang bebas memiliki, menggunakan kaidah-kaidah yang ia buat sendiri, dia menyusun fiqih-nya sndiri yang berbeda dengan madzhab yang ada.
2. Mujtahid mutlaq ghairul mustakil adalah orang yang memiliki kriteria seperti mujtahid mustakin, namun dia tidak menciptakan kaidah-kaidahnya tetapi mengikuti metode salam imam madzhab.
3. Mujtahid muqayyad adalah mujtahid yang terikat oleh madzhab-madzhab imamnya.
4. Mujtahid tarjih adalah yang belum sampai derajatnya pada mujtahid tkhriz.
5. Mujtahid fatwa adalah orang yang memiliki kemampuan dalam memahami fatwa-fatwa imam madzhabnya dengan baik, beserta dasar-dasar argumentasinya sehingga dapat menjelaskan kepada orang lain secara terang dan rinci.
6. Mujtahid Fisy-syar’I adalah orang yang membangun suatu madzhab yang tertentu.
7. Mujtahid Fill madzhab adalah orang yang tidak membentuk suatu madzhab sendiri tetapi mengikuti salah satu dari seorang madzhab.
8. Mujtahid fill masail/mujtahid fil fulnya adalah berijtihad hanya beberapa masalah tidak dalam soal-soal pokok yang umum.
9. Mujtahid munstasib adalah orang yang mempunyai syarat-syarat ijtihad tetapi tergabungkan dirinya kepada suatu madzhab.
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Menurut kelompok kami bahwa yang dimaksud dengan ijtihad adalah mengerjakan sesuatu dengan segala kesungguhan dan akal pikiran yang digunakan oleh para ahli fiqih (fuqaha) Islam untuk menentukan suatu hukum yang belum ada ketetapannya dalam Al-Quran dan Al-Hadits dengan syarat-syarat tertentu. Ijtihad dapat dilakukan dengan ijma’, qiyas, istihsan dan lain-lain.
Sedangkan kedudukan hasil Ijtihad menurut kelompok kami adalah :
1. Pendapat hasil ijtihad tidak mengikat kaum muslimin, tidak mengharuskan orang lain mengamalkannya tetapi bagi orang yang berijtihad harus mengamalkannya dan bertindak sesuai dengan hukum selama ia menjalani kebenarannya.
2. Orang yang mengetahui adanya perubahan hasil ijtihad harus menyesuaikan diri tapi jika tidak mengetahui amalan dan tindakan yang pertama tetap syah.
3. Seorang qadi atau hakim yang memutuskan hukum berdasarkan hasil ijtihad sendiri tidak boleh membatalkan keputusan selama tidak menyalahi nash atau dalil qadhi.

Menurut kelompok kami syarat-syarat mujtahid terdiri dari :
1. Menguasai dan mengetahui arti ayat-ayat hukum yang terdapat dalam Al-Quran baik menurut bahasa maupun syari’ah.
2. Menguasai Naskh-naskh Al-Qur’an perihal hukum-hukum syari’at yang dikandungnya, ayat-ayat hukum dan cara mengistimewakan hukum dari padanya.
3. Menguasai dan mengetahui hadits-hadits tentang hukum baik menurut bahasa maupun syari’at.
4. Mengatahui naskh-naskh Al-Hadits yakni mengetahui hukum syariah yang didatangkan oleh hadits dan mampu mengeluarkan (istimewakan). Hukum perbuatan orang mukallah dari padanya.
5. Mengetahui permasalahan yang sudah ditetapkan melalui ijma ulama, sehingga ijtihadnya tidak bertentangan dengan ijma.
6. Mengetahui Qyas dan berbagai persyaratnnya serta mengistimbatkannya karena Qyas merupakan kaidah dalam berijtihad.
7. Mengetahui ilmu Ushul Fiqih yang merupakan pondasi dan ijtihad.
8. Mengetahui bahasa Arab dan berbagai disiplin ilmu yang berkaitan dengan bahsa serta problemaikanya.
9. Mengetahui moqashidu Asy-Syari’ah (tujuan syari’at) secara umum.
10. Mengetahui asrarusy Syari’ah (Rahasia-rahasia Tasyrie).
11. Mengetahui Quwa’idil Fiqhiyah (kaedah-kaedah) fiqih yang kulliyah yang diistimbatkan dari dalil-dalil kuliy dan maksud-maksud syara’.

Menurut kelompok kami yang membahas tentang ijtihad dapat ditarik kesimpulan bahwa tingakatan mujtahid adalah sebagai berikut :
1. Mujtahid mustakil adalah seorang mutahid yang bebas memiliki, menggunakan kaidah-kaidah yang ia buat sendiri, dia menyusun fiqih-nya sndiri yang berbeda dengan madzhab yang ada.
2. Mujtahid mutlaq ghairul mustakil adalah orang yang memiliki kriteria seperti mujtahid mustakin, namun dia tidak menciptakan kaidah-kaidahnya tetapi mengikuti metode salam imam madzhab.
3. Mujtahid muqayyad adalah mujtahid yang terikat oleh madzhab-madzhab imamnya.
4. Mujtahid tarjih adalah yang belum sampai derajatnya pada mujtahid tkhriz.
5. Mujtahid fatwa adalah orang yang memiliki kemampuan dalam memahami fatwa-fatwa imam madzhabnya dengan baik, beserta dasar-dasar argumentasinya sehingga dapat menjelaskan kepada orang lain secara terang dan rinci.
6. Mujtahid Fisy-syar’I adalah orang yang membangun suatu madzhab yang tertentu.
7. Mujtahid Fill madzhab adalah orang yang tidak membentuk suatu madzhab sendiri tetapi mengikuti salah satu dari seorang madzhab.
8. Mujtahid fill masail/mujtahid fil fulnya adalah berijtihad hanya beberapa masalah tidak dalam soal-soal pokok yang umum.
9. Mujtahid munstasib adalah orang yang mempunyai syarat-syarat ijtihad tetapi tergabungkan dirinya kepada suatu madzhab.

B. SARAN-SARAN
Kepada MAN sebagai lembagai pendidikan, kami berharap supaya fasilitas yang ada seperti eprpustakaan bisa diperlengkap lagi terutama dalam buku-buku yang berkaitan dengan pendidikan agama, misalnya buku tentang pelajaran fiqih.
Kepada guru pengajar hendaknya dalam meberi tugas jangan terlalu sulit dan waktu yang diberikan utnuk menyelesaikan tugasnya jangat terlalu terburu-buru karena tidak semua tugas yang diberikan mudah untuk dikerjakan oleh setiap siswa.

Tidak ada komentar: