Minggu, 15 Juni 2008

BAB II
PENDEKATAN KETERAMPILAN PROSES
DALAM PEMBELAJARAN AL-QURAN

A. Pendekatan Keterampilan Proses
1. Pengertian Pendekatan Keterampilan Proses
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Edisi ke 3, tahun 2002 : 246), dijelaskan bahwa pendekatan diartikan dengan proses, cara, dan perbuatan mendekati. Pendekatan di dalam pembelajaran merupakan jalan yang akan ditempuh oleh guru dalam mencapai tujuan instruksional untuk suatu satuan instruksional tertentu.
Pendekatan pembelajaran merupakan aktivitas guru dalam memilih kegiatan pembelajaran. Pada pokoknya pendekatan pembelajaran dilakukan oleh guru untuk menjelaskan materi pembelajaran dan bagian-bagian yang satu dengan yang lainnya dengan berorientasi pada pengalaman-pengalaman yang dimiliki peserta didik untuk mempelajari konsep, prinsip dan teori yang baru tentang suatu bidang ilmu (Dimyati, dkk, 2002 : 138).

Proses mengandung arti runtutan perubahan atau peristiwa dalam perkembangan sesuatu (Depdiknas, 2002 : 899). Jika dihubungkan dengan pembelajaran, maka proses dimaknai sebagai urutan kejadian yang dilakukan guru-murid guna melakukan perubahan pada aspek kognitif, afektif dan keterampilan peserta didik.
Adapaun ”keterampilan” secara leksikal mengandung arti kecakapan untuk melaksanakan tugas (Depdiknas, 2002 : 1180). Secara istilah, keterampilan adalah keadaan siap dan mampu untuk melakukan suatu tindakan sesuai dengan prosedur dan ketentuan yang berlaku dalam sesuatu kegiatan (Ilham, 2006 : 2). Bila yang dimaksud adalah keterampilan guru, maka arahnya jelas pada keterampilan membelajarkan siswa, sebab tugas pokok guru di sekolah adalah membelajarkan siswa, sehingga siswa melakukan tindakan belajar.
Pendekatan proses adalah suatu pendekatan pengajaran yang memberi kesempatan kepada peserta didik untuk ikut menghayati proses penemuan konsep sebagai suatu keterampilan proses. Berdasarkan pengertian pendekatan, keterampilan, dan proses secara parsial, dapat dipahami bahwa yang dimaksud dengan pendekatan keterampilan proses adalah wawasan atau anutan pengembangan keterampilan-keterampilan intelektual, sosial, dan fisik yang bersumber dari kemampuan-kemampuan mendasar yang pada prinsipnya telah ada dalam diri siswa.

2. Jenis-jenis Keterampilan dalam Pendekatan Keterampilan Proses
Ada beberapa keterampilan proses. Keterampilan-keterampilan tersebut ada yang tergolong kepada keterampilan dasar (basic skill), dan keterampilan-keterampilan terintegrasi (integrated skill). Keterampilan dasar terdiri dari enam keterampilan dasar, yakni mengobservasi, mengkalisifikasi, memprediksi, mengukur, menyimpulkan dan mengkomunikasikan. Sedangkan keterampilan-keterampilan terintegrasi terdiri dari mengidentifikasi variabel, membuat tabulasi data, menyajikan data dalam bentuk grafik, menggambarkan hubungan antar variabel, mengumpulkan dan mengolah data, menganalisis penelitian, penyusun hipotesis, mendefinisikan variabel secara operasional, merancang penelitian, dan melaksanakan eksperiment.
Sejumlah ketarampilan proses yang dikemukakan oleh Funk, dalam kurikulum (pedoman proses belajar mengajar) dikelompokkan menjadi tujuh keterampilan proses. Adapun tujuh keterampilan proses tersebut adalah mengamati, menggolongkan, menafsirkan, meramalkan, menerapkan, merencanakan penelitian dan mengkomunikasikan (Depdikbud, 1986 b:9-10).
Funk (1985) lebih lanjut mengemukakan, meskipun keterampilan-keterampilan tersebut saling bergantung, masing-masing menitik beratkan pada pengembangan suatu area keterampilan khusus. Selain itu, keterampilan-keterampilan proses merupakan dasar yang sebelumnya menyediakan suatu landasan menuju keterampilan-keterampilan terintegrasi yang lebih kompleks. Contoh: Untuk dapat mentabulasikan data, terlebih dahulu seseorang harus dapat mengukur.


Dari pernyataan dalam kalimat-kalimat sebelumnya, kita dapat memperoleh gambaran bahwa keterampilan-keterampilan proses suatu saat dapat dikembangkan secara terpisah, saat yang lain harus dikembangkan secara terintegrasi satu dengan yang lain. Keterampilan-keterampilan proses yang perlu dikembangkan, tidak dapat dikembangkan pada semua bidang studi untuk keterampilan yang ada. Hal ini menuntut adanya kemampuan guru mengenal karakteristik bidang studi dan pemahaman terhadap masing-masing keterampilan proses. Penjelasan dari tiap-tiap keterampilan proses, akan terurai pada pembahasan berikt ini.


a. Mengamati
Melalui kegiatan mengamati, kita belajar tentang dunia sekitar kita yang fantastis. Manusia mengamati objek-objek dan fenomena alam dengan panca indera: penglihatan, pendengaran, perabaan, penciuman dan perasa/pencecap. Informasi yang kita peroleh, dapat menuntut keingintahuan, mempertanyakan, memikirkan, melakukan impretasi tentang lingkungan dan meneliti lebih lanjut. Selain itu, kemampuan mengamati merupakan keterampilan-keterampilan proses dan memperoleh ilmu pengetahuan serta merupakan hal terpenting untuk mengembangan keterampilan-keterampilan proses yang lain. Mengamati merupakan tanggapan kita terhadap berbagai objek dan peristiwa alam dengan menggunakan pancaindera. Dengan kata lain, melalui observasi kita mengumpulkan data tentang tanggapan-tanggapan kita (Funk, 1985: 4; Gagne dan Berliner, 1984: 149).
Mengamati memiliki dua sifat utama, yakni sifat kualitatif dan sifat kuantitatif. Mengamti bersifat kualitatif apabila dalam pelaksanaan hanya menggunakan pancaindra untuk memperoleh informasi. Contoh kegiatan mengamati yang bersifat kualitatif ialah menentukan warna (penglihatan), mengenali suara jengkerik (pendengaran), membandingkan rasa manis gula dengan sakarin (pencecap), menentukan kasar halus suara objek (perabaan), membedakan bau jahe dan bau lengkuas (penciuman).
Mengamati bersifat kuantitaf apabila dalam pelaksanaannya selain menggunakan pancaindra, jga menggnakan peralatan lain yang memberikan informasi khusus dan tepat. Contoh kegiatan mengamati yang bersifat kuantitatif ialah menghitung panjang ruang kelas dengan ukuran satuan tegel, menetukan suhu air yang mendidih dengan bantuan termometer, membedakan luas daerah satu dengan daerah lain dan kegiatan lain yang sejenis.

b. Mengklasifikasikan
Agar kita memahami sejumlah besar objek, peristiwa dan segala yang ada dalam kehidupan di sekitar kita, lebih mudah apabila menentukan berbagai jenis golongan. Kita menentukan golongan dengan mengamati persamaan, perbedaan dan hubungan serta pengelompokkan objek berdasarkan kesesuaian dengan berbagai tujuan. Syarat-syarat dasar dari berbagai sistem pengelompokkan adalah bahwa hal itu berguna sepenuhnya. Mengklasifikasikan merupakan keterampilan proses untuk memilah berbagai objek persitiwa berdasrkan sifat-sifat khususnya, sehingga didapatkan golonga/kelompok sejenis dari objek peristiwa yang dimaksud. Contoh kegiatan yang menampakkan keterampilan mengklasifikasi adalah mengklasifikasikan makhluk hidup selain manusia menjadi dua kelompok: binatang dan tumbuhan, mengklasifikasikan binatang menjadi binatang beranak dan bertelur, mengklasifikasikan cat berdasarkan warna, dan kegiatan lain yang sejenis.

c. Mengkomunikasikan
Kemampuan berkomunikasi dengan orang lain merupakan dasar untuk segala yang kita kerjakan. Grafik, bagan, peta, lambang-lambanga, diagram, persamaan matematik dan demontrasi visual, sama baiknya dengan kata-kata yang ditulis atau dibicarakan, semuanya adalah cara-cara komunikasi yang seringkali digunakan dalam ilmu pengetahuan. Komunikasi efektif yang jelas, tepat dan tidak samar-samar mengguankan keterampilan-keterampilan yang perlu dalam komunikasi, hendaknya dilatih dan dikembangkan pada diri siswa. Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa semua orang mempuanyai kebutuhan untuk mengemukakan ide, perasaan dan kebutuhan lain pada diri kita. Manusia mulai belajar pada awal-awal kehidupan bahwa komunikasi merupakan dasar untuk mrmrcahkan masalah. Mengkomunikasikan dapat diartikan sebagai penyampaian dan memperoleh fakta, konsep dan prinsip ilmu pengetahuan dalam bentuk suara, visual atau suara visual. Contoh-contoh kegiatan dari keterampilan mengkomunikasikan adalah mendiskusikan suatu masalah, membuat laporan, membaca peta dan kegiatan lain yang sejenis.

d. Mengukur
Pengembangan yang baik terhadap keterampilan-keterampilan mengukur merupakan hal yang terpenting dalam membina observasi kuantitatif, mengklasifikasikan dan membandingkan segala sesuatu di sekeliling kita, serta mengkomunikasikan secara tepat dan efektif kepada yang lain. Mengukur dapat diartikan sebagai membandingkan yang diukur dengan satuan ukuran tertentu yang telah ditetapkan sebelumnya. Contoh-contoh kegiatan yang menampakkan keterampilan mengukur antara lain: mengukur panjang garis, mengukur berat badan, mengukur temperatur kamar dan kegitan lain yang sejenis.
e. Memprediksi
Suatu prediksi merupakan suatu ramalan dari apa yang kemudian hari mungkin dapat diamati. Untuk dapat membuat prediksi yang dapat dipercaya tentang objek dan peristiwa, maka dapat dilakukan dengan memperhitungkan penentuan secara tepat perilaku terhadap lingkungan kita. Keteraturan dalam lingkungan kita megizinkan untuk mengenal pola-pola dan untuk memprediksi terhadap pola-pola apa yang mungkin dapat diamati kemudian hari. Memprediksi dapat diartikan sebagai mengantisipasi atau membuat ramalan tentang segala hal yang akan terjadi pada waktu mendatang, perdasarkan perkiraan pada pola atau kecenderungan tertentu, atau hubungan antara fakta, konsep dan prinsip dalam ilmu pengetahuan.
Kegiatan-kegiatan yang dapat digolongkan sebagai keterampilan memprediksi, antara lain: berdasarkan pola-pola waktu terbitnya matahari yang telah diobservasi dapat diprediksikan waktu terbitnya matahari pada tanggal tertentu, memprediksi waktu yang dibutuhkan untuk menempuh jarak tertentu dengan menggunakan kendaraan yang kecepatannya tertentu, dan lain-lain.

f. Menyimpulkan
Menyimpulkan dapat diartikan sebagai suatu keterampilan untuk memutuskan suatu keadan suatu objek atau peristiwa berdasarkan fakta, konsep dan prinsip yang diketahui. Kegiatan-kegiatan yang menampakkan keterampilan menyimpulkan, antara lain: beradasarkan pengamatan diketahui bahwa api lilin mati setelah ditutp dengan gelas rapat-rapat, siswa dapat menyimpulkan bahwa lilin dapat menyala bila ada oksigen.
Enam keterampilan yang telah diuraikan sebelumnya merupakan keterampilan-ketarampilan dasar dalam keterampilan proses, yang menjadi landasan untuk keterampilan proses terintegrasi yang lebih kompleks.
Keterampilan proses terintegrasi pada hakikatnya merupakan keterampilan-keterampilan yang diperlukan untuk melakukan penelitian. Sepuluh keterampilan terintegrasi tersebut akan diuraikan berikut ini.
a. Mengenali variabel
Sebelum melakukan eksperimen (riset) kita perlu mengenal variabel terlebih dahulu. Ada dua macam variabel yang perlu dikenal, yakni: variabel termanipulasi (manipulated variabel) dan variabel terikat. Pengenalan terhadap variabel berguna untuk merumuskan hipotesa penelitian (Singarimbun, 1986: 25).
Variabel dapat diartikan sebagai konsep yang mempunyai variasi nilai atau konsep yang diberi lebih dari satu nilai (Singarimbun, 1986: 20 & 25). Selain itu, variabel juga merupakan ”... something that can vary or change in situation” (Fung, 1985: 88). Dengan dua batasan seperti disebutkan sebelumnya, kita dapat menyimpulkan bahwa variabel merupakan konsep yang mempunyai variasi nilai atau segala sesuatu yang dapat berhubungan/berganti dalam satu situasi.
Variabel termanipulasi (manipulated variabel) “… is deliberately changed in a situation” (Fung, 1985: 89). Sedangkan menurut Surakhmad (1990: 63) menyebutnya sebagai variabel bebas yakni variabel yang diselidiki pengaruhnya. Dengan kata lain, variabel termanipulasi atau variabel bebas dapat kita artikan sebagai variabel yang dengan sengaja diubah-ubah dalam suatu situasi dan diselidiki pengaruhnya.
Variabel lain yang perlu kita ketahui adalah variabel hasil (responing variabel) yakni: “… the variabel that may change as a result of the manipulation” (Funk, 1985: 92). Kita juga dapat menyebut variabel hasil ini sebagai variabel terikat, yakni variabel yang diramalkan akan timbul dalam hubungan yang fungsional (dengan atau sebagai pengaruh dari variabel bebas).
Kegiatan yang dapat dilaksanakan untuk megembangakan keterampilan mengenali variabel di antaranya adalah menentukan variabel yang ada dalam suatu pernyataan, membedakan suatu pernyataan sebagai variabel bebas atau terikat dan memberikan contoh variabel.
b. Membuat tabel data
Setelah melaksanakan pengumpulan data, seorang penyidik harus mampu membuat tabel data. Keterampilan membuat tabel data perlu dibelajarkan kepada siswa karena fungsinya yang penting untuk menyajikan data yang diperlukan penelitian. Kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan untuk mengembangakan keterampilan membuat tabel daat di antaranya adalah membuat tabel frekuensi, melidi data dan membuata tabel silang.
c. Membuat grafik
Untuk memudahkan dan lebih meningkatkan daya tarik penyajian data, seringkali kita memvisualisasikan data dalam bentuk grafik. Mengingat adanya aturan tertentu dalam pembuatan grafik, maka keterampilan membuat grafik perlu dimiliki oleh calon ilmuwan (siswa). Ketermpilan membuat grafik adalah kemampaun mengolah data untuk disajikan dalam bentuk visualisasi garis atau bidang datar dengan varibel termanipulasi selalu pada sumbu datar dan variabel hasil selalu ditulis sepanjang sembu vertikal. Data untuk setiap variabel terjadi sebagaimana terjadi pada tabel data.
Kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan untuk mengembangakan keterampilan membuat grafik di antaranya adalah membaca data dalam tabel, membuat grafik garis, membuat grafis balok dan membuat grafik bidang lain.
d. Mengembangkan hubungan antar-variabel
Hubunga antar-variabel dalam penelitian perlu dideskripsikan oleh peneliti oleh setiap peneliti. Keterampilan mendeskripsikan hubungan antar variabel merupakan salah satu kemampuan yang harus dimiliki oleh setiap peneliti. Keterampilan menggambarkan hubungan antar-variabel dapat diartikan sebagai kemampuan mendeskripsikan hubungan antara variabel termanipulasi dengan variabel hasil/hubungan antara variabel-variabel yang sama. Menurut Singarimbun, (1986: 28) hubungan antar-variabel ini perlu digambarkan karena merupakan inti penelitian ilmiah
Kegiatan-kegiatan dapat dilaksanakan untuk mengembangakan keterampilan menggambarkan hubungan antar-variabel di antaranya adalah hubungan variabel simetris, menggambarkan hubungan variabel tmbal balik dan hubungan vertikal simetris.
e. Mengumpulkan dan mengolah data
Setelah memiliki keterampilan-keterampilan sebelumnya, siswa tidak berhenti sampai menggambarkan hubungan antar-variabel saja. Lebih lanjut, siswa perlu memiliki keterampilan mengumpulkan dan mengolah data sebelum belajar keterampilan yang lain agar mampu menjadi peneliti. Winarno Surachmad, (1990: 100-101) menyatakan bahwa keterampilan mengumpulkan dan mengolah data diperlukan untuk pengukuran dan pengujian hipotesis.
Keterampilan mengumpulkan dan mengolah data adalah kemampuan memperoleh informasi/data dari orang atau sumber informasi lain dengan cara lisan, tertulis atau pengamatan dan mengkajinya lbih lanjut secara kuantitatif dan kualitatif sebagai dasar pengujian hipotesis atau penyimpulan.
Untuk mengembangkan keterampilan mengumpulkan dan mengolah data dapat melalui kegiatan yang di antaranya adalah membuat instrumen pengumpulan data, mentabulasi data, menghitung nilai kai kuadrat, menentukan tingkat signifikan hasil perhitungan dan lain-lain.
f. Menganalisis penelitian
Untuk menjadi seorang ilmuan yang andal dalam melaksanakan penelitian, keterampilan menganalisis penelitian sangat diperlukan oleh setiap calon ilmuwan yakni siswa. Keterampilan menganalisis penelitian merupakan kemapuan menelaah laporan penelitian orang lain untuk meningkatkan pengenalan terhada unsur-unsur penelitian. Kegiatan yang dapat dilaksanakan untuk mengembangkan keterampilan menganalisis di antaranya adalah mengenali variabel, mengenali rumusan hipotesis dan kegitan lain yang sejenis.
g. Menyusun hipotesis
Keterampilan menyusun hipotesis dapat diartikan sebagai kemampuan untuk menyatakan ”dugaan yang dianggap benar” mengenai adanya suatu faktor yang terdapat dalam satu situasi, maka akan ada akibat tertentu yang dapat diduga akan timbul. Keterampilan menyusun hipotesis menghasilkan rumusan dalam bentuk kaimat pernyataan. Kegiatan-kegiatan yang dapat dilaksanakan untuk mengembangkan keterampilan menyususn hipotesis di antaranya adalah menyusun hipotesis kerja, hipotesis nol, memperbaik rumusan masalah suatu hipotesis kerja atau lain-lain.
h. Mendefinisikan variabel
Keterampilan mendefinisikan variabel secara operasional dapat diartikan sebagai kemampuan mendeskripsikan variabel beserta segala atribut sehingga tidak menimbulkan penafsiran ganda. Kegiatan-kegiatan yang dpat dilaksanakan untuk mengembangkan keterampilan mendefinisikan variabel di antranya adalah mengenal atribut variabel bebas, mendefinisikan variabel bebas, membatasi lingkup variabel bebas dan lain-lain.
i. Merancang penelitian
Berdasarkan pentingnya rancangan penelitian terhadap perolehan penelitian itu sedniri, maka keterampilan merancang penelitian perlu diberikan sejak dini. Merancang penelitian dapat diartikan sebagai suatu kegiatan untuk mendeskripsikan variabel-variabel yang dimanipulasi dan direspons dalam penelitian secara operasional, kemungkinan dikontrolnya variabel hipotesis yang diuji dan cara mengujinya, serta hasil yang diharapkan dari penelitian yang akan dilaksanakan. Contoh kegiatan yang tercakup dalam keterampilan merancang penelitian adalah:
- Mengenali, menentukan dan merumuskan masalah yang akan diteliti.
- Merumuskan satu atau lebih ”dugaan yang dianggap benar” dalam rangka menjawab masalah. Merumuskan ”dugaan yang dianggap benar” ini disebut menyusun hipotesis.
- Menyusun hipotesis dapat dilakukan dengan mendasarkan dugaan pada pengalaman sebelumnya atau observasi atau intuisi.
- Memilih alat/instrumen yang tepat untuk membuktikan kebenaran hipotesis yang dirumuskan. (Dimyati, 2002 : 148).

j. Bereksperimen
Eksperimen merupakan salah satu bentuk penelitian yang seringkali dilaksanakan oleh sesorang tanpa disadari. Siswa seringkali terlihat ”bermain” dengan hewan peliharannya, atau membongkar-memasang mainannya sehingga siswa tersebut memperoleh hal-hal baru dari kegiatannya. Kegiatan yang menyenangkan bagi siswa, bila diarahkan atau dihubungkan dengan pengujian hipotesis secara praktis akan menimbulkan kegiatan eksperimen sederhana.
Bereksperimen dapat diartikan sebagai keterampilan untuk mengadakan pengujian terhadap ide-ide yang bersumber dari fakta, konsep dan prinsip dan ilmu pengetahuan sehingga dapat diperoleh informasi yang menerima atau menolak ide-ide itu.
Contoh-contoh yang menampakkan keterampilan bereksperimen antara lain: menguji kebenaran pernyataan bahwa semua zat memuai bila terkena panas, menanam tanaman yang terkena sinar matahari langsung dan yang tidak langsung terkena sinar matahari.

3. Prosedur Penerapan Pendekatan Keterampilan Proses
Penerapan pendekatan keterampilan proses bukan merupakan hal yang mengada-ada, akan tetapi merupakan hal yang wahar dan harus dilaksanakan oleh detiap guru dalam pembelajaran. Untuk dapat menerapkan pendekatan keterampilan proses dalam pembelajaran, guru perlu mempertimbangan dan emperhatikan karakteristik siswa dan karakteristik mata pelajaran. Selain itu, kita perlu menyadari bahwa dalam suatu kegiatan pembelajaran dapat terjadi pengembangan lebih dari satu macam keterampilan proses.
Untuk keterampilan dasar, yakni mengobservasi, mengklasifikasi, memprediksi, mengukur, menyimpulkan dan mengkomunikasikan pengembangannya tidak berhenti hanya pada jenjang sekolah dasar, melainkan terus berlanjut sampai pendidikan tinggi. Penerapan keterampilan dasar pada semua jenjang pendidikan diperlukan untuk mendukung penerapan keterampilan terintegrasi.
Prosedur penerapan pendekatan keterampilan proses pada setiap jenjang pendidikan dan pada setiap mata pelajaran, memiliki karakteristik tersendiri. Dalam pembelajaran Al-Quran di SD misalnya, prosedur yang dapat diterapkan antara lain diurutkan sebagai berikut:


a. Mendengarkan penjelasan dari guru
Pada tahap ini, siswa yang akan belajar mendapatkan penjelasan dari guru apa yang mesti dilakukan. Misalnya guru kelas V atau kelas VI SD mengintruksikan kepada seluruh siswa untuk membuka Al-Quran surat Al-’Alaq ayat 1-5. Kemudian meminta siswa untuk membaca dalam hati dan menandai/membuat catatan tentang hukum tajwid yang ada pada ayat-ayat tersebut. Boleh dibatasi pada hukum bacaan tertentu, misalnya mad thabi’, qolqolah, alif lam samsiyah dan alif lam qomariah.
b. Mengamati
Setelah tahapan pertama selesai, yakni penjelasan tugas dari guru. Pada tahap kedua, siswa melakukan apa yang ditugaskan kepadanya. Mereka membaca Al-’Alaq ayat 1-5 dalam hati dan mengamati dengan seksama hukum tajwid yang ada dalam ayat-ayat tersebut, sesuai dengan yang ditugaskan oleh guru.
Sebagaimana dijelaskan di atas, bahwa mengamati memiliki dua sifat utama, yakni sifat kualitatif dan sifat kuantitatif. Mengamati bersifat kualitatif apabila dalam pelaksanaan hanya menggunakan pancaindra untuk memperoleh informasi. Sedangkan mengamati bersifat kuantitaf apabila dalam pelaksanaannya selain menggunakan pancaindra, juga menggunakan peralatan lain yang memberikan informasi khusus dan tepat. Kedua sifat utama tersebut terpenuhi pada proses ini. Pengamatan kualitatif dilakukan dengan menelaah hukum tajwid, sedangkan pengamatan kuantitatifnya terpenuhi dengan menghitung setiap hukum tajwid yang sama. Misalnya menjawab ada berapa mad thabi’i,
c. Mengklasifikasikan
Proses ketiga, setelah siswa melakukan pengamatan, adalah mengklasifikasi. Dalam hal ini misalnya peserta didik mengklasifikasikan hukum tajwid yang terdapat dalam surat Al-’Alaq ayat 1-5. Hasil klasifikasi dapat dibuat dalam bentuk bagan. Misalnya sebagai berikut:
KLASIFIKASI HUKUM TAJWID
DALAM SURAT AL-’ALAQ AYAT 1-5
No.
Hukum tajwid
Jumlah pada ayat
Jumlah seluruh
1
2
3
4
5

1.
Mad thabi’i






2.
Qolqolah






3.
Alif Lam syamsiah






4.
Alif Lam Qomariah







d. Mengkomunikasikan
Sebagaimana dijelaskan sebelum ini bahwa kemampuan berkomunikasi dengan orang lain merupakan dasar untuk segala yang kita kerjakan. Grafik, bagan, peta, lambang-lambang, diagram, persamaan matematik dan demontrasi visual, sama baiknya dengan kata-kata yang ditulis atau dibicarakan, semuanya adalah cara-cara komunikasi yang seringkali digunakan dalam ilmu pengetahuan. Komunikasi efektif yang jelas, tepat dan tidak samar-samar menggunakan keterampilan-keterampilan yang perlu dalam komunikasi. Mengingat hal itu maka setelah siswa mengklasifikasikan hukum tajwid dalam surat Al-’Alaq ayat 1 – 5 selanjutnya diminta untuk menyampaikan didepan kelas dengan memberikan penjelasan kepada yang lain di posisi mana saja hukum-hukum tajwid yang ditulisnya itu berada.
e. Mengukur
Pada tahap berikutnya dari prosedur penerapan keterampilan proses dalam pembelajaran ini adalah mengukur. Sebagaimana dipahami bahwa mengukur dapat diartikan sebagai membandingkan yang diukur dengan satuan ukuran tertentu yang telah ditetapkan sebelumnya. Dalam kasus ini, pada saat salah seorang siswa diminta untuk menyampaikan hasil klasifikasinya di depan kelas, siswa lainnya dapat melakukan pengukuran kualitatif dengan membandingkan lafadz yang ditunjuk dengan ketentuan hukum tajwid. Misalnya, pada saat siswa yang menjelaskan di depan kelas menyebut qolqolah sughra, maka siswa yang lain membandingkannya dengan ketentuan qolqolah sughra, yakni apabila ada huruf qolqolah yang posisinya di tengah kalimah. Dengan demikian, maka pernyataan siswa yang menjelaskan di depan kelas dapat diukur bersama-sama, apakah betul, tepat, atau sebaliknya.
f. Memprediksi
Pada kegiatan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan keterampilan proses yang dicontohkan di sini, memprediksi dapat dilakukan untuk menduga dan mengira-ngira. Misalnya, sebelum peserta didik disuruh untuk mengamati dan menghitung hukum tajwid yang ada pada ayat tertentu, terlebih dahulu disuruh untuk memberikan dugaan, atau prediksi jumlah hukum tajwid tertentu. Atau memprediksi jumlah hukum tajwid pada ayat selanjutnya sampai ayat terakhir.
g. Menyimpulkan
Prosedur terakhir dalam penerapan pendekatan keterampilan proses pada tingkatan dasar adalah menyimpukan, yakni suatu keterampilan untuk memutuskan suatu keadan suatu objek atau peristiwa berdasarkan fakta, konsep dan prinsip yang diketahui. Dalam hal ini, setelah siswa mendengarkan penjelasan dari guru, membaca dalam hati, mengamati, mengkomunikasikan, memprediksi, selanjutnya siswa diminta membuat kesimpulan yang didasarkan kepada data yang diperoleh.

B. Pembelajaran Al-Quran
1. Pengertian Pembelajaran Al-Quran
Pembelajaran mengandung makna proses, cara, atau perbuatan yang menjadikan seseorang belajar (Depdiknas, 2002 : 17). Dengan demikian, pada pembelajaran terdapat dua aktivitas yang tidak dapat dipisahkan, yaitu aktivitas guru dan aktivitas peserta didik. Meskipun dilakukan oleh dua pihak yang berbeda, tetapi dalam satu rangkaian acara yang dinamakan proses pembelajaran, sebagai inti dari pada proses pendidikan. Sedangkan inti proses pengajaran adalah siswa belajar. Oleh karena itu mengajar tidak dapat dipisahkan dari belajar (Muhammad Ali, 1987 : 1). Proses belajar mengajar adalah interaksi edukatif yang berlangsung antara peserta didik di satu pihak dengan guru pada pihak lain.
Dengan demikian proses belajar mengajar pada intinya tertumpu pada persoalan, bagaimana guru memberikan kemungkinan bagi peserta didik agar terjadi proses belajar, dan itulah yang kemudian dikenal dengan istilah pembelajaran.
Adapun al-Quran menurut bahasa ialah bacaan atau yang dibaca. Al-Qur’an adalah isim mashdar yang diartikan dengan arti isim maf’ul, yaitu maqru, berarti yang dibaca.
Untuk memperoleh pengertian yang bernash bagi kalimat “Qur’an”, kita harus mengambil dan memperhatikan cara Al-Qur’an sendiri mempergunakan kalimat tersebut. Sebagaimana dalam surat Al-Qiyamah ayat 17 dan 18, disebutkan:



Artinya: Sesungguhnya atas tanggungan kamilah mengumpulkan dan membacanya. Apabila kami telah membacanya, maka ikutilah bacaannya itu (Al-Qiyamah : 18).

Al-Quran dengan arti bacaan digunakan juga dalam Al-Quran Surat Fushilat ayat 3 dan Al-Baqoroh ayat 185.



Artinya : Kitab yang dijelaskan ayat-ayatnya, yakni bacaan dalam bahasa Arab, untuk kaum yang mengetahui, (Fushilat : 3).
Al-Baqoroh ayat 185








Artinya: (Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Qur'an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.(Al-Baqoroh : 185).

Sedangkan pengertian Al-Qur’an menurut syara’ ialah nama bagi kalamullah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw, melalui perantaraan Malaikat Jibril, yang ditulis dalam Mush-haf dan menjadi mu’jizat atas kenabiannya.
Dalam ta’rif lain, Al-Qur’an adalah firman Allah yang bersifat mukjizat yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw., yang tertulis dalam mush-haf-mush-haf yang sampai kepada kita dengan jalan mutawatir dan dipandang beribadah membacanya. Berdasarkan pengertian Al-Qur’an tersebut di atas, maka firman Allah SWT yang diturunkan kepada Nabi-nabi sebelum Nabi Muhammad saw, bukan Al-Qur’an.
Al-Quran sebagai bahan pelajaran di Sekolah Dasar merupakan salah satu sub dari mata pelajaran Pendidikan Agama Islam yang diajarkan selama dua jam pelajaran perminggu. Dengan demikian, pembelajaran Al-Quran mengandung makna interaksi edukatif yang berlangsung antara peserta didik di satu pihak dengan guru pada pihak lain, dalam rangka mempelajari firman Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad melalui perantaraan malaikat Jibril, sebagai salah satu wujud ibadah mempelajari dan membacanya.

2. Urgensi Pendekatan Keterampilan Proses dalam Pembelajaran Al-Quran
Kegiatan pembelajaran dimaksudkan agar tercipta kondisi yang memungkinkan terjadinya proses belajar pada diri siswa. Dalam suatu kegiatan, pembelajaran dapat dikatakan terjadi apabila terjadi proses perubahan tingkah laku. Pada sisi lain, tujuan pokok penyelenggaraan kegiatan pembelajaran di sekolah khususnya, adalah membelajarkan siswa sebagai pelajar agar mampu memproses dan memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang menjadi kebutuhannya.
Tujuan pembelajaran sebagaimana disebutkan di atas hanya mungkin tercapai apabila ada pendekatan yang dilakukan oleh guru. Pendekatan yang dipilih harus memperhatikan karakteristik mata pelajaran, keadaan siswa dan sebagainya. Adapun dalam pembelajaran Al-Quran, pendekatan keterampilan proses menempati posisi yang urgen karena hal-hal berikut.
a. Pendekatan keterampilan proses memberikan kepada siswa perhatian yang tepat tentang hakikat ilmu pengetahuan. Siswa dapat mengalami rangsangan ilmu pengetahuan dan dapat lebih baik mengerti fakta-fakta dan konsep ilmu pengetahuan.
b. Megajar dengan keterampilan proses berarti memberi kesempatan kepada siswa bekerja dengan ilmu pengetahuan, tidak sekedar menceritakan atau mendengarkan cerita tentang ilmu pengetahuan. Di sisi lain siswa merasa bahagia sebab terlibat aktif dan tidak menjadi pembelajar yang pasif.
c. Menggunakan keterampilan proses untuk mengajar Al-Quran membuat siswa belajar proses dan produk ilmu pengetahuan sekaligus.

3. Faktor-faktor Mempengaruhi Pembelajaran Al-Quran
Proses pembelajaran dan hasil belajar seseorang dipengaruhi oleh berbagai faktor, yang secara garis besar dikelompokkan kepada dua, yaitu faktor individual atau intern dan faktor ekstern, sebagaimana dijelaskan oleh Ngalim Purwanto (1990 : 102) bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi proses belajar dapat digolongkan menjadi dua golongan, yaitu faktor individual dan faktor sosial. Demikian pula halnya dengan pembelajaran Al-Quran, senantiasa dipengaruhi oleh faktor-faktor tersebut.
Untuk lebih jelasnya faktor-faktor yang mempengaruhi pembelajaran AL-Quran diuraikan sebagai berikut.

a. Faktor Individual
Faktor individual adalah faktor-faktor yang berada pada diri individu. Yang termasuk faktor individu adalah faktor fisiologis dan faktor psikologis.
1) Faktor Fisiologis
Yang termasuk faktor fisiologis adalah keadaan panca indra dan kondisi kesehatan. Proses belajar seseorang akan terganggu jika kesehatannya terganggu, selain itu juga ia akan cepat lelah, kurang bersemangat dan mudah pusing. Seseorang dapat belajar dengan baik jika kesehatannya juga baik, begitu juga jika kondisi panca indranya terganggu, misalnya buta, tuli, bisu dan lain-lain, maka belajarnyapun akan terganggu pula, bahkan ia harus belajar di lembaga pendidikan khusus.
2) Faktor Psikologis
Yang termasuk faktor psikologis adalah intelegensi, perhatian, minat, bakat, motivasi, fantasi, kematangan, kreatifitas, sikap dankebiasaan belajar.
Intelegensi adalah menunjukan bagaimana cara individu bertingkah laku, cara bertindak, yaitu cepat atau lambatnya individu dalam memecahkan suatu masalah yang dihadapinya. Intelegensi bukan suatu benda atau kekuatan yang dimiliki sedikit atau banyak. Intelegensi berkenaan dengan fungsi mental yang kompleks yang dimanifestasikan dalam tingkah laku. Intelegensi melipiuti aspek-aspek kemampuan yaitu bagaimana individu memperhatikan, memikirkan, menghapal serta bentuk kegiatan-kegiatan lainnya. Intelegensi adalah kemampuan untuk mencapai prestasi-prestasi intelektual yang didalamnya berpikir mengambil suatu kompretif keberhasilan belajar anak (W.S. Winkel, 1984 : 153). Kompratif intelegensi dalam belajar adalah dapat belajar cepat danberhasil. Anak yang mempunyai intelegensi tinggi akan lebih berhasil dalam belajarnya., sebaliknya anak yang memiliki intelegensi yang rendah hasil belajarnyapun akan rendah pula, jadi akan ada perbandingan.
Perhatian untuk dapat menjamin prestasi belajar, maka peserta didik harus mempunyai perhatian terhadap bahan yang akan dipelajarinya. Apabila peserta didik kurang memperhatikan bahan pelajaran yang dihadapinya, maka pelajaran tersebur sulit untuk bisa diterima. Agar peserta didik dapat belajar dengan baik, usahakan bahan apelajarannya selalu menarik perhatian dengfan cara mengusahakan pelajaran itu sesuai dengan hobi atau bakatnya (Slameto, 1987 : 58).
Minat, adalah kecenderungan yang menetap dalam subjek untuk merasa tertarik pada bidang itu (Marimba, 1980 :88), atau sesuatu dalam diri manusia untuk tertarik pada suatu objek.. (Abu Ahmadi 1982 : 102).
Motivasi, adalah daya penggerak yang telah menjadi aktif pada saat-saat tertentu, baik kebutuhan untuk mencapai tujuan sangat dirasakan atau dihayati (W.S. Winkel 1984 : 27). Motivasi juga dapat diartikan sesuatu yang ada dalam diri manusia yang mendorong manusia berbuat untuk mencapai suatu tujuan. Peserta didik akan berhasil dalam belajar jika di dalam dirinya ada keinginan untuk belajar. Keinginan atau dorongan itu disebut motivasi. Tanpa motivasi kegiatan belajar sulit untuk berhasil dengan baik.
Kematangan adalah suatu tingkat/fase dalam pertumbuhan seseorang, di mana alat-alat tubuhnya sudah siap untuk nelaksanakan kecakapan baru (Slameto, 1988 : 60). Kematangan belum berarti anak dapat melaksanakan kegiatan secara terus-menerus. Untuk itu diperlukan latihan dan belajar. Dengan kata lain, anak yang sudah siap (matang) belum dapat melaksanakan kecapakannya sebelum belajar. Belajar akan lebih berhasil jika anak sudah siap (matang). Jadi kemajuan baru untuk memiliki kecakapan itu tergantung dari kematangan dan belajar.
Fantasi merupakan faktor psikologis yang dapat mempengaruhi hasil belajar peserta didik. Fantasi dapat diartikan sebagai suatu fungsi yang memungkinkan individu untuk berorientasi dalam alam imaginer, menerobos dunia realitas (Sardiman A.M.,1990 : 45). Dengan fantasi ini belajar akan memiliki wawasan yang lebih longgar karena dididik untuk memahami diri atau pihak lain.
Kreatifitas yang tinggi peserta didik akan mampu menyelesaikan persoalan yang dihadapi. Jadi kreatifitas seseorang berpengaruh terhadap hasil belajar. Tidak mungkin ada belajar tanpa kreatifitas (Sardiman A.M. : 1986 : 15).
Sikap peserta didik yang positif terhadap pelajaran atau terhadap materi yang diajarkan, dapat membantu tercapainya tujuan belajar dengan baik. Sebab sikap baik seseorang dalam belajar berarti ia mengikuti dengan sungguh-sungguh, menyelesaikan tugas-tugas dengan baik , dan merespon positif setiap tantangan yang datang.
Kebiasaan belajar peserta didik di sekolah maupun di rumah, sangat menentukan keberhasilan dirinya dalam meraih prestasi belajar. Jika ia memiliki kebiasaan belajar yang baik, seperti mempelajari dengan teratur, menghapal dengan jadwal yang pasti, mendapat bimbingan dari orang yang menguasai, menanyakan kepada guru atau orang lain yang mengetahui cara menyelesaikan tugas, maka hasil belajarnya akan lebih baik jika dibandingkan dengan peserta didik yang memiliki kebiasaan sebaliknya.
b. Faktor Sosial
Faktor sosial adalah faktor yang berasal dari luar diri individu. Faktor sosial yang berpengaruh terhadap prestasi di bagi menjadi tiga kelompok, yaitu faktor keluarga, faktor sekolah, dan faktor masyarakat (Slameto, 1988 : 62).
Cara orang tua mendidik anak-anaknya besar sekali pengaruhnya terhadap belajar anaknya di sekolah. Orang tua yang kurang/tidak memperhatikan pendidikan anaknya, mendidik anak dengan cara memanjakan dan membiarkan anak semaunya, cara semacam ini tidak baik, jika hal ini dibiarkan berlarut-larut, anak akan menjadi nakal berbuat seenaknya saja , dan akhirnya belajarnya akan kacau. Lebih parah lagi jika akhirnya anak itu terlibat ke dalam pergaulan yang negatip. Padahal anak merupakan titipan Allah dan orang tuanya diwajibkan untuk menjaganya sesuai dengan firman Allah Swt dalam surat At-Tahrim ayat 6 sebagai berikut :








Artinya : Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. (Q.S. At-Tahrim ayat 6).

Relasi antara anggota keluarga yang meliputi hubungan antara ayah dan ibu, orang tua dan anak, anak dengan saudara-saudaranya atau dengan anggota lainnya; suasana rumah yaitu situasi atau kejadian-kejadian yang sering terjadi di dalam keluarga dimana anak berada dan belajar merupakan faktor yang akan mengganggu konsentrasi anak yang sedang belajar.
Keadaan ekonomi keluarga erat sekali hubungannya dengan belajar anak. Anak yang sedang belajar selain harus dipenuhi kebutuhan pokoknya, misalnya makan, pakaian, perlindungan, kesehatan dan lain-lain, juga harus dipenuhi kebutuhan primer pendidikannya, misalnya ruang belajar, meja, kursi, penerangan dan alat-alat tulis. Fasilitas belajar itu hanya bisa dipenuhi jika keluarganya mempunyai uang cukup. Di samping itu terdapat pula peserta didik yang membantu pekerjaan orang tuanya untuk mencari napkah, sehingga waktu belajarnya banyak terganggu dan prestasi belajarnya turut terganggu pula. Tetapi tidak dapat dipungkiri tentang adanya peserta didik yang prestasinya bagus padahal orang tuanya serba kekurangan. Justru karena kekurangan itulah menjadi cambuk baginya untuk belajar lebih giat lagi dan akhirnya menjadi sukses, namun hal demikian bukan sesuatu yang umum.
Uang yang berlebihan bagi anak-anak juga dapat berakibat tidak baik, misalnya anak berpoya-poya dan kurang perhatian terhadap pelajarannya, sehingga prestasi menurun.
Perhatian orang tua yakni perhatian mereka terhadap hak dan kewajiban anaknya sebagai pelajar, tingkat pendidikan dan kebiasaan di dalam keluarga mempengaruhi sikap anak dalam belajar. Perlu kepada anak diberikan perhatian dan ditanamkan kebiasaan-kebiasaan yang baik, agar mendorong anak semangat untuk belajar. Timbulnya semangat belajar yang tinggi, besar sekali pengaruhnya terhadap prestasi belajar.
c. Faktor Sekolah
Faktor sekolah yang mempengaruhi ptrestasi belajar peserta didik adalah guru dan cara mengajarnya. Guru harus menguasai materi dan pandai memilih metode yang tepat sehingga pelajaran yang diberikan cepat diterima oleh murid. Di samping itu guru harus jadi pnutn bagi muridmuridnya agar mereka senang dalam mengikuti pelajaran yang diberikan. Dengan demikian ada beberapa kewajiban yang harus dipenuhi oleh seorang guru, sesuai dengan pendapat Imam Ghazali dan pendapatnya telah dikutip oleh M. Athiyah Al- Abrasyi, yaitu bahwa kewajiban seorang guru itu adalah :
a. Harus menaruh kasih sayang terhadap muridnya dan memperlakukan mereka seperti perlakuan terhadap anak sendiri.Oleh karena itu guru dalam melayani muridnya harus seperti melayani anaknya sendiri.
b. Tidak mengharapkan belas jasa ataupun ucapan terima kasih, tetapi dengan mengajar itu mencari keridloan Allah dan mendekatkan diri kepada-Nya.
c. Berikanlah nasehat kepada murid pada tiap kesempatan bahkan gunakan setiap kesempatan untuk menasehati dan menujukinya.
d. Mencegah murid dari suatu akhlak yang tidak baik dengan jalan sindiran jika mungkin dan jangan dengan cara terus terang, dengan jalan halus dan jangan mencela. Al-Gazali menganjurkan pencegahan itu dengan isyarat atau sindirin.
e. Supaya diperhatikan tingkat pikiran anak-anak dan berbicara dengan mereka menurut akalnya dan jangan disampaikan sesuatu melebihi tingkat akanya, agar anak tidak lari dari pelajaran.
f. Jangan ditimbulkan rasa benci pada diri murid mengenai sesuatu cabang ilmu yang lain, tetapi seyogyanya dibukakan jalan bagi mereka untuk belajar cabang ilmu tersebut. Artinya si murid jangan terlalu fanatik terhadap jurusan pelajarannya saja.
g. Seharusnya kepada murid yang masih di bawah umur, diberikan pelajaran yang jelas dan pantas buat dia, dan tidak perlu disebutkan kepada mereka akan rahasia-rahasia yang terkandung dibelakang sesuatu itu, sehingga tidak menjadi dinginkemauannya.
h. Guru harus mengamalkan ilmunya dan jangan berlainan antara ucapan dan perbuatannya.

Allah telah berfirman dalam surat Al-Baqarah ayat 44, yaitu:



Artinya: Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebajikan, sedang kamu melupakan diri (kewajiban) mu sendiri, padahal kamu membaca Al Kitab (Taurat)? Maka tidakkah kamu berpikir? (Depag RI, 1984 : 16).
Dalam ayat lain dijelaskan pula, yaitu:


Artinya: dosa yang besar disisi Allah adalah mengucapkan apa yang tidak anda kerjakan (Depag RI, 1984 : 928).
Hal ini dikuatkan pula oleh Nabi Muhammad Saw dalam sabdanya :
Artinya : siapa yang bertambah ilmu tetapi tidak bertambah hidayahnya atau petunjuknya yang diperoleh, maka ia akan semakin jauh dari Allah.
Faktor sekolah yang mempengaruhi belajar ini meliputi metode mengajar, kurikulim, relsi guru dengan peserta didik, disiplin sekolah, standar pelajaran, keadaan gedung, metode belajar, dan tugas rumah (Slameto, 1988 : 66).
Metode adalah suatu jalan atau cara yang diperlukan oleh guru untuk menyampaikan bahan pelajaran kepada anak didiknya (Abu Ahmadi, 1986 : 102). Sedangbkan mengajar adalah suatu aktivitas mengorganisasikan atau mengatur lingkungan sebaik-baiknya dan menghubungkannya dengan anak didiks sengga terjadi proses belajar (Mansyur : t.t. : 37).
Materi atau bahan ajar (kurikulum) menjadi salah satu faktor penentu prestasi belajar peserta didik. Bahan ajar yang sesuai dengan minat, bakat, dan kematangan peserta didik akan cenderung mudah dikuasai dan peserta didik berhasil dengan baik dalam belajarnya. Adapun bahan ajar yang tidak sesuai dengan keadaan peserta didik akan sukar diterima oleh mereka. Dengan kata lain prestasi belajar menreka terhambat.
Proses belajar mengajar adalah interaksi dan relasi antara dua komponen manusia, yaitu guru dan peserta didik. Dengan demikian, komunikasi yang harmonis di antara kedua belah pihak sangat mempengaruhi terhadap keberhasilan peserta didik dalam belajar.
Relasi yang kurang baik antara guru dengan peserta didik dapat menyebabkan kurang berhasilnya penyampaian pelajaran, yang pada akhirnya menghambat prestasi belajar peserta didik.
Relasi peserta didik dengan peserta didik di kelas atau di luar kelas memberikan kecenderungan lingkungan dan suasana belajar yang kondusif. Dalam kenyataannya sering terjadi persaingan tidak sehat antara peserta didik. Kekecewaan peserta didik oleh peserta didik lainnya, atau perlakuan tidak baik dari sesama peserta didik tidak jarang menimbulkan suasana-suasana yang tidak menyenangkan bagi mereka, yang pada gilirannya menimbulkan kemalasan untuk belajar. Jika ini yang terjadi di lingkungan sekolah manapun, maka akibat lebih jauhnya adalah menurunnya hasil belajar yang dicapai oleh mereka.
Kedisiplinan di sekolah akan terbentuk jika ada kebersamaan antara semua komponen. Dalam hal ini adalah Pimpinan Sekolah (Kepala), Dewan Guru, Stap TU, dan orang lain yang terlibat secara langsung di dalam suatu sekolah. Kedisiplinan guru lebih banyak berhubungan dengan kesiapan dirinya untuk mengabdikan diri mendidik peserta didik dengan sebaik-baiknya, membuat persiapan, melaksanakan KBM sesuai dengan ketentuan, dan melaksanakan evaluasi dengan benar. Kedisiplinan peserta didik lebih mengarah kepada ketaatan terhadap semua tata tertib sekolah dan melaksanakan tugas-tugas yang diberikan oleh guru kepadanya. Kedisiplinan karyawan lainnya di sekolah erat hubungannya dengan kemampuan, kesiapan, dan ketaatan dalam melakasanakan tugas dengan sebaik-baiknya sesuai dengan bidang kerja masing-masing, dilaksanakan dengan teratur dan penuh tanggung jawab. Bila kedisiplinan dari semua komponen tadi terbentuk, maka hasil belajar peserta didik dan sekolah tersebut secara keseluruhan akan terangkat menjadi sekolah yang berkualiatas. Peserta didiknya berprestasi, guru-gurunya berdedikasi tingi, dan pemimpinnya bijaksana dalam menetapkan keputusan-keputusan.
Alat pelajaran erat hubungannya dengan carac belajar peserta didik, karena alat pelajaran yang dipakai oleh guru sewaktu menyampaikan materi pelajaran akan mempermudah peserta didik dalam menerima materi pelajaran. Kenyataannya secara umum di sekolah-sekolah, alat-alat bantu pembelajaran, baik alat belajar berupa buku, media audio visual, dan alat-alat peraga lainnya belum banyak digunakan. Hal ini disebabkan oleh berbagai kemungkinan, yang pertama karena memang di sekolah tersebut tidak tersedia alat pembelajaran, yang kedua ada tetapi tidak memadai atau bahkan kondisinya sudah rusah sehingga tidak mungkin digunakan secara demonstratif di kelas. Atau adakalanya guru kurang menguasai dan kurang kreatif menyediakan dan menggunakan alat-alat peraga yang tersedia.
Waktu sekolah adalah waktu terjadinya proses belajar mengajar di sekolah, waktu itu bisa pagi hari, siang hari, sore hari/malam hari. Waktu belajar juga mempengaruhi belajar peserta didik. Akibart meledaknya anak yang masuk sekolah, dan penambahan jumlah gedung sekolah belum seimbang dengan jumlah peserta didik yang masuk, akibatnya banyak peserta didik yang terpaksa masuk sekolah disore hari, sebenarnya hal ini kurang bisa dipertanggung jawabkan, dimana peserta didik harus beristirahat, tetapi peserta didik terpaksa masuk sekolah, sehingga mereka mendengarkan pelajaran sambil ngantuk. Sebaliknya peserta didik yang belajar pagi hari, pikiran masih segar, jasmani dalam kondisi baik. Jika peserta didik belajar dalam kondisi yang lemah/lelah, misalnya pada siang hari, maka belajarnya akan mengalami kesulitan. Kesulitan peserta didik itu karena peserta didik sukar berkonsentrasi dan berpikir pada saat kondisi badan sedang lemsh tsdi, jadi memilih waktu sekolah yang tepat akan memberi pengaruh yang positip terhadap belajar.

d. Faktor Masyarakat
Masyarakat merupakan faktor eksternal yang juga berpengaruh terhadap belajar peserta didik. Pengaruh itu terjadi karena keberadaan peserta didik tersebut dalam masyarakat.
Kegiatan peserta didik dalam masyarakat dapat menguntungkan terhadap perkembangan pribadinya. Tetapi jika peserta didik terlalu banyak ambil bagian dalam kegiatan masyarakat, kegiatan-kegiatan sosial dan lain-lain, kemudian belajarnya terganggu, lebih-lebih bila tidak bijaksana dalam mengatur waktunya, maka hasil belajarnya akan kurang baik..
Keberadaan mass media seperti bioskop, radio, TV, Surat kabar, majalah, buku-buku, komik-komik dan lain-lain turun mempengaruhi belajar anak (Slameto, 1988 : 72). Para pelajar adalah bagian dari masyarakat yang ikut menikmati mass media tersebut. Oleh karena itu mass media berpengaruh terhadap belajar peserta didik. Para peserta didik seharusnya dapat memilih mass media yang baik, sehingga dapat menunjang terhadap prestasi belajarnya.
Kehidupan masyarakat disekitar peserta didik juga berpengaruh terhadap belajar peserta didik, masyarakat yang terdiri dari orang orang yang tidak terpelajar, pejudi, suka mencuri dan mempunyai kebiasaan yang kurang baik, akan berpengaruh jelek kepada peserta didik yang ada di dalamnya. Peserta didik akan ikut tertarik melakukan seperti apa yang dilakukan orang-orang yang ada di sekitarnya. Akibat dari pengaruh tersebut belajarnya akabn terganggu, karena perhatiannya akan dialihkan kepada perbuatan-perbuatan yang sealu dikerjakan oleh orang-orang yang ada disekitarnya.
Sebaliknya jika lingkungan peserta didik adalah orang-orang terpelajar yang baik-baik, mereka mendidik dan menyekolahkan anak-anaknya, peserta didik terpengaruh juga kepada hal-hal yang dilakukan orang-orang dilingkungan- nya, sehingga akan berbuat seperti orang-orang disekitar lingkungannya. Pengaruh tersebut dapat mendorong peserta didik untuk belajar lebih giat lagi. Karena itu sangatlah penting mermilih tempat tinggal yang baik agar memberikan pengaruh yang positif terhadap peserta didik dalam belajarnya.
e. Faktor Lingkungan Alam
Adapun lingkungan alam mencakup faktor ekologi, desain instruksional dan teknologis serta faktor temporal. Faktor-faktor objektif dari lingkungan alam, seperti aspek ekologis, desain arsitektural dan teknologi, serta aspek temporal, turut mempengaruhi pada prestasi belajar individu. Delgado menyimpulkan bahwa “respon otak sangat dipengaruhi oleh "setting" atau suasana yang melingkupi organisme” (Jalaludin, 1989 : 50). Selanjutnya ia menyebutkan bahwa kesimpulan tersebut membawa kita kepada pengaruh situasional terhadap prilaku manusia. Faktor ekologis menurut paham determinasi membawa pengaruh atau mempengaruhi gaya hidup dan prilaku. Hal ini secara tidak langsung menunjukkan bahwa prestasi belajar akan dipengaruhi oleh faktor ekologis.
Desain arsitektur dan hasil teknologi banyak diterapkan dalam bangunan. Misalnya, bangunan tempat bekerja yang dibuat berdasarkan desain arsitektur tertentu, melengkapi alat kerja dengan komputer dan sebagainya.
Dewasa ini telah tumbuh perhatian dikalangan arsitek pada pengaruh lingkungan yang dibuat manusia terhadap prilaku penghuninya. Suatu Rancangan arsitektur dapat mempengaruhi pola komunikasi di antara orang-orang yang hidup dalam naungan arsitektur tertentu …. Pengaruh lingkungan itu juga telah mempengaruhi pola-pola tingkah laku yang terjadi di tempat itu. (Jalaludin Rakhmat, 1989 : 50).

Pernyataan di atas, menunjukkan bahwa desain tertentu akan memberikan corak tertentu pula pada prilaku penghuninya ditempat itu. Jadi suatu bangunan tempat belajar dan juga segala sesuatu yang diatur di dalamnya sebagai hasil pengembangan teknologi akan memberi pengaruh pada perilaku dan suasana hati yang pada akhirnya dapat mempengaruhi prestasi belajar.

C. Pendekatan Keterampilan Proses dalam Pembelajaran Al-Quran
1. Tujuan Pendekatan Keterampilan Proses dalam Pembelajaran Al-Quran
Penggunaan pendekatan keterampilan proses dalam pembelajaran Al-Quran memiliki tujuan-tujuan tersendiri, antara lain sebagai berikut:
a. Memberikan kepada siswa perhatian yang tepat tentang hakikat ilmu pengetahuan.
b. Agar siswa dapat mengalami rangsangan ilmu pengetahuan dan dapat lebih baik mengerti fakta-fakta dan konsep ilmu pengetahuan.
c. Memberi kesempatan kepada siswa bekerja dengan ilmu pengetahuan, tidak sekedar menceritakan atau mendengarkan cerita tentang ilmu pengetahuan.
d. Membahagiakan siswa dengan terlibat aktif dan tidak menjadi pembelajar yang pasif.
e. Membiasakan siswa belajar proses dan produk ilmu pengetahuan sekaligus.

2. Manfaat Pendekatan Keterampilan Proses dalam Pembelajaran Al-Quran
Ada beberapa manfaat dari pembelajaran Al-Quran dengan pendekatan keterampilan proses. Secara garis besar manfaatnya dikelompokkan kepada dua bagian, yaitu manfaat bagi guru dan manfaat bagi siswa.
a. Manfaat bagi guru
Dengan digunakannya keterampilan proses dalam pembelajaran Al-Quran, ada beberapa manfaat bagi guru. Manfaat dimaksud antara lain:
1) Mengembangkan pendekatan keterampilan proses pada mata pelajaran atau sub mata pelajaran lainnya.
2) Meningkatkan kemampuan atau kompetensi dalam pembelajaran Al-Quran, sebab dengan menggunakan pendekatan keterampilan proses, kemampuan guru menyusun rencana pembelajaran dan melaksanakan PBM menjadi lebih teruji.
3) Memelihara prinsip efektivitas dan efisiensi waktu, serta mengoptimalkan hasil pembelajaran.
b. Manfaat bagi siswa
Siswa yang dibelajarkan dengan menggunakan pendekatan keterampilan proses, akan memetik manfaat sebagai berikut.
1) Mampu mengembangkan daya nalar melalui prediksi-prediksi.
2) Meningkatkan kecermatan dalam mengamati hal, keadaan, peristiwa yang nampak atau yang terjadi di lingkungan sosialnya.
3) Konsisten terhadap aturan-aturan yang diberlakukan.
4) Meningkatkan daya identifikasi dan mengukur secara cermat.
5) Dapat menarik kesimpulan yang didasarkan kepada data dan fakta.

Keterampilan Proses

PENDEKATAN KETERAMPILAN PROSES SEBAGAI BAGIAN DARI CBSA

1. Rasionalisasi Pendekatan Keterampilan Proses dalam Pengajaran
Kegiatan pembelajaran dimaksudkan agar tercipta kondisi yang memungkinkan terjadinya belajar pada diri siswa. Dalam suatu kegiatan pembelajaran dapat dikatakan belajar, apabila terjadi proses perubahan perilaku pada diri siswa sebagai hasil dari suatu pengalaman.
Dari jabaran kegiatan pembelajaran tersebut, maka dapat diidentifikasikan dua aspek penting yang ada dalam kegiatan pembelajaran tersebut. Aspek pertama adalah aspek hasil belajar yakni perubahan perilaku pada diri siswa. Aspek kedua adalah aspek proses belajar yakni sejumlah pengalaman intelektual, emosional, dan fisik pada diri siswa.
Bertolak dari pembahasan sebelumnya, dapat secara jelas kita lihat bahwa tujuan pokok penyelenggaraan kegiatan pembelajaran di dekolah haruslah “membelajarkan siswa bagaimana belajar”. Tujuan pokok penyelenggaraan kegiatan pembelajaran ini mengandung makna harus tercapai, kalau kita ingin memenuhi tuntutan percepatan perubahan yang berlangsung terus-menerus. Pada masa sekarang ini, bukanlah waktunya lagi bagi guru untuk menjadi orang pertama-tama yang bertindak sebagai komunikator “fakta-fakta, konsep dan prinsip-prinsip yang mantap”. Adanya berbagai penemuan penelitian, menyebutkan “fakta, konsep, prinsip” seringkali berumur semakin “pendek”. Oleh karena itum tujuan pokok penyelenggaraan kegiatan pembelajaran di sekolah secara operasional adalah membelajarkan siswa agar mampu memproses dan memperoleh pengetahuan, keterampilan dan sikap yang menjadi kebutuhannya.
Penyelnggaraan pembelajaran seperti diidealkan pada alinea sebelumnya, seringkali tidak terwujud dalam realitasnya di sekolah. Kegiatan pengajaran seringkali didasarkan pada dua premis yang terkadang tidak diungkapkan secara jelas.
Premis pertama mengungkapkan bahwa siswa belajar sesuatu bukan karena hal yang dipelajari menarik atau menyenangkan baginya, tetapi siswa belajar hanya ingin mnghindarkan diri dari ketidaksenangan bila ia tidak belajar. Berdasarkan premis ini, timbul tindakan yang mengkondisikan adanya ancaman tidak naik kelas, nilai rendah, hukuman, dan yang lain, agar siswa belaajr.
Premis kedua mengungkapkan bahwa guru merupakan ”Motor Penggerak” yang membuat siswa terus-menerus belajar, dari pihak siswa tiada kegiatan belajar spontan. Siswa seringkali dipandang sebagai “gentong kosong” yang harus diisi oleh duru dengan air pengetahuan.
Adanya dua premis seperti diungkapkan tersebut, mengakibatkan kegiatan pembelajaran cenderung menjadi kegiatan “penjajahan” atau “penjinakan” daripada sebagai kegiatan “pemanusiaan”. Terjadinya “penjajahan” atau “penjinakan”, karena siswa benar-benar dijadikan objek kegiatan pembelajaran.
Berdasarkan uraian tentang kegiatan pembelajaran yang ideal dan realitas penyelnggaraan kegiatan pembelajaran di sekolah, timbul pertanyaan “apakah yang bisa dilakukan untuk mengidealkan kegiatan pembelajaran di sekolah?” Salah satu jawaban atas pertanyaan tersebut adalah penerapan Pendekatan Peterampilan Proses (PKP).
Apabila dikaji lebih lanjut, kita akan tiba pada kesimpulan bahwa penerapan PKP dalam kegiatan pembelajaran didasarkan pada hal-hal berikut :
a. Percepatan perubahan ilmu pengetahuan dan teknologi
Percepatan perubahan IPTEK ini, tidak memungkinkan bagi guru bertindak sebagai satu-satunya orang yang menyalurkan semua fakta dan teori-teori. Untuk mengatasi hal-hal ini perlu pengembangan keterampilan memperoleh dan memproses semua fakta, konsep dan prinsip pada diri siswa.
b. Penglaman intelektual, emosional dan fisik dibutuhkan agar didapatkan hasil belajar yang optimal
Ini berarti kegiatan pembelajaran yang mampu memberi kesempatan kepada siswa memperlihatkan unjuk-kerja melalui sejumlah keterampilan memproses semua fakta, dan prinsip sanagt dibutuhkan.
c. Penanaman sikap dan nilai sebagai pengabdi pencarian abadi kebenaran ilmuHal ini enuntut adanya pengenalan terhadap tata-cara pemrosesan dan pemerolehan kebenaran ilmu yang bersifat kesemntaraan. Hal ini akan mengarahkan sispa pada kesadaran keterbatasan manusiawi dan keunggulan manusiawi, apabila dibandingkan dengan keterbatasan dan keunggulan ilmu pengetahuan dan teknologi.